Selasa, 12 Maret 2013

Kultur Skelletonema costatum


A. MEDIA
  1. Air laut steril dengan salinitas 28 - 31 dimasukkan kedalam wadah yang telah steril.
  2. Kultur skala massal dimulai dari volume 1 ton sampai 20 ton.
  3. Aerasi yang telah dipasang di beberapa titik diaktifkan.

B. PUPUK
  1. Pupuk yang digunakan adalah pupuk teknis atau pupuk pertanian.
  2. Pupuk yang digunakan adalah NPK 30 ppm, Silikat 5 ppm, EDTA 2 ppm, FeCb 1 ppm dan vitamin 2 ppm.
  3. Penggunaan pupuk dengan cara melarutkan pupuk dengan air tawar selanjutnya dilarutkan ke media kultur.
  4. Khusus untuk silikat, sebelum digunakan dibuat larutan silikat 5 mg/liter dengan pengencer aquades. Selanjutnya larutan silikat yang sudah jadi dituangkan ke media kultur sebanyak 100 ml/ton.
  5. Pupuk harus teraduk rata agar tidak menyisakan padatan yang dapat menyebabkan racun bagi organisme yang akan mengkonsumsi fitoplakton terse but.

C. BIBIT
  1. Bibit Ske/etonema sp. yang akan digunakan adalah dari hasil kultur semi-massal.
  2. Kondisi bibit diamati dengan mikroskop.
  3. Bibit tidak boleh terkontaminasi dengan fitoplankton lain atau protozoa.
  4. Rantai Ske/etonema harus panjang (diatas 5 rangkaian).
  5. Bibit tidak menggumpal.
  6. Bibit yang digunakan sebaiknya berumur 2 hari, yang dipanen menggunakan kain satin berbentuk kantung.
  7. Jumlah bibit 1/10 dari bagian dari volume kultur.

D. PANEN
  1. Panen dilakukan pada saat puncak populasi.
  2. Ske/etonema dapat dipanen total dan sebagian (2/3 bagian).
  3. Panen dilakukan dengan mengalirkan Skeletonema lewat selang dan ditampung dengan kantong panen.
  4. Setelah digunakan, kantong panen dicuci dengan diterjen lalu dibilas bersih dan dikeringkan.
  5. Peralatan dibersihkan dan disimpan di tempat yang telah disediakan.

Penantian Yang Tertunda


Penantian Yang Tertunda


                Angin berhembus perlahan seakan ikut menemaniku dalam kesunyian yang tak berujung dalam penantianku yang tak kunjung usai ini. Aku menunggu seseorang yang tidak pernah datang. Namun mengapa aku tetap menunggunya hingga kesunyian menghampiriku. Ingin rasanya aku berteriak namun tak dapat ku lakukan karena diriku tak mampu melakukannya. Seiring waktu berlalu bosan pun seakan memaksa aku untuk dihampirinya. Rasa kesal dan marah menjadi satu seakan ingin rasanya mereka memaksaku untuk menunda penantianku itu. Setan-setan pun ikut menggodaku. Mereka manggoda tanpa henti-hentinya. Mereka memaksaku untuk peninggalkan orang yang aku nanti namun tidak datang juga.  Seakan mereka berbisaik di telingaku “ untuk apa kau melakukan ini !!!! untuk apa kau menunggu seseorang tak tahu pasti kapan datangnya!!!! Untuk apa kau melakukannya dan membuang waktu dengan sia-sia !!! lebih baik kau melakukan kegiatan yang bermanfaat !!!”. mereka terus bwrlomba untuk menggodaku seakan tidak mau menyerah. Namun aku sudah berjanji untuk tidak meninggalkannya. Waktu terus berjalan, jam berganti jam, hari berganti hari, bulan berganti bulan, tahun berganti tahun. Tak terasa aku menantinya sudah hampir 5 tahun namun iya tak datang juga. Ini adalah bulan terakhir dalam 5 tahun ini dan akan memasuki 6 tahun aku menantinya. Terus waktu berjalan tanpa hentinya tanpa ada rasa lelah dan seakan iya berlari terus berlari kencang. dan mereka tetap saja menggodaku dan berusaha agar aku menyerah. Dan akhirnya aku pun menyerah. Dan penantianku itu tertunda juga. Mereka bersorak dengan gembiranya seakan menang dariku. Dan setelah 6 tahun berlalu aku pun sudah mulai melupakan penantianku tersebut aku mulai hidup berfoya-foya mengikuti perkataan temanku yang dulu pernah menang merayuku. Dan pada bulan ke 6 di tahun ke enam aku melakukan penantian itu akhirnya dia datang menjemputku dan dia merasa sangat kesal dengan diriku kenapa aku bisa melupakannya dan hidup dengan keadaanku seperti saat ini. Ternyata aku pun meninggal dengan keadaan hina. Malaikat maut mendatangiku dengan rasa kecewa terhadapku. Kenapa aku tidak bisa bersabar sedikit lagi untuk menantinya dan menyambutnya dengan rasa senang malah ku tunda penantianku yang merupakan ibadahku selama ini. Aku rela meninggalkan ibadahku ini hanya untuk menikmati dunia yang fana ini.
The End   

BUDIDAYA PAKAN ALAMI Tubifex sp.



BUDIDAYA PAKAN ALAMI
Tubifex sp.

 
I. PENDAHULUAN

          Budidaya ikan semakin berkembang, kebutuhan akan pakan mejadi salah satu masalah yang menjadi perhatian serius dari akuakulturis yang bergerak di bidang ini. Salah satu pakan yang menjadi kebutuhan bagi kegiatan budidaya adalah pakan alami. Ada berbagai macam pakan alami yang menjadi perhatian para akuakulturis, seperti fitoplankton, zooplankton, cacing, dan maggot. Pakan alami dikembangkan dengan berbagai tujuan seperti pemenuhan kebutuhan nutrisi, sebagai first feeding dalam pembenihan ikan, dan lain sebagainya.
          Pengembangan pakan alami yang masih tergolong tradisional adalah cacing sutera. Sebagian besar pemenuhan kebutuhan akan cacing sutera didapat dari alam. Hal tersebut dikarenakan teknologi budidaya dari cacing sutera ini belum berkembang dengan baik, sehingga masih mengandalkan tangkapan dari alam. Kebutuhan cacing sutera berasal dari sentra-sentra pembenihan ikan konsumsi dan budidaya ikan hias air tawar. Proses pengambilan cacing sutera dari alam membutuhkan penaganan khusus dan ketelatenan agar didapatkan cacing yang tahan dan dapat hidup di luar habitatnya hingga dapat didistribusaikan kepada konsumen.



II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biologi Cacing Tubifex sp
Cacing Tubifex sp sering disebut dengan cacing sutera, klasifikasi cacing sutra menurut Gusrina (2008) adalah :
Filum   : Annelida
Kelas   : Oligochaeta
Ordo    : Haplotaxida
Famili  : Tubifisidae
Genus  : Tubifex
Spesies: Tubifex sp.
          Cacing ini memiliki bentuk dan ukuran yang kecil serta ramping dengan panjangnya 1-2 cm, sepintas tampak seperti koloni merah yang melambai-lambai karena warna tubuhnya kemerah-merahan, sehingga sering juga disebut dengan cacing rambut. Cacing ini merupakan salah satu jenis benthos yang hidup di dasar perairan tawar daerah tropis dan subtropis, tubuhnya beruas-ruas dan mempunyai saluran pencernaan, termasuk kelompok Nematoda. Cacing sutera hidup diperairan tawar yang jernih dan sedikit mengalir. Dasar perairan yang disukai adalah berlumpur dan mengandung bahan organik. Makanan utamanya adalah bagian-bagian organik yang telah terurai dan mengendap di dasar perairan tersebut (Djarijah 1996).
          Cacing sutera merupakan organisme hermaprodit yang memiliki dua alat kelamin jantan dan betina sekaligus dalam satu tubuh. Berkembangbiak dengan bertelur, proses peneluran terjadi di dalam kokon yaitu suatu segmen yang berbentuk bulat telur yang terdiri dari kelenjaar epidermis dari salah satu segmen tubuhnya. Telur tersebut mengalami pembelahan, kemudian berkembang membentuk segmen-segmen. Setelah beberapa hari embrio dari cacing ini akan keluar dari kokon. Cacing sutera ini mulai berkembangbiak setelah 7-11 hari (Lukito dan Surip 2007).
          Induk yang dapat menghasilkan kokon dan mengeluarkan telur yang menetas menjadi tubifex mempunyai usia sekitar 40-45 hari. Jumlah telur dalam setiap kokon berkisar antara 4-5 butir. Waktu yang dibutuhkan untuk proses perkembangbiakan telur di dalam kokon sampai menetas menjadi embrio tubifex membutuhkan waktu sekitar 10-12 hari. Jadi daur hidup cacing sutera dari telur, menetas hingga menjadi dewasa serta mengeluarkan kokon dibutuhkan waktu sekitar 50-57 hari (Gusrina, 2008).

2.2 Ekologi Cacing Tubifex sp
          Brinkhurst et al., (2000) Cacing Tubifex sp umumnya ditemukan pada daerah air perbatasan seperti daerah yang terjadi polusi zat organik secar berat, daerah endapan sedimen dan perairan oligotropis. Ditambahkan bahwa spesies Cacing Tubifex sp ini bisa mentolelir perairan dengan salinitas dengan 10 ppt. Kemudian oleh Cartwright (2004), dikatakan bahwa dua faktor yang mendukung habitat hidup Cacing Tubifex sp ialah endapan lumpur dan tumpukan bahan organik yang banyak..
          Oksigen terlarut merupaka parameter yang sangat penting dalam kehidupan setiap organisme yang hidup. Setiap organisme hidup pasti membutuhkan oksigen untuk respirasi yang selanjutnya akan digunakan dalam proses metabolisme suntuk meombak bahan organik yang dimakan menjadi sari makanan yang dimanfaatkan sebagai energi untuk tumbuh berkembang biak dan bergerak (Sedana et al., 2003).
          Kemudian Arhipova (1996) menyatakan bahwa kelimpahan Cacing Tubifex sp akanberkurang dimana keanekaragaman jenis organisme tinggi. Kelimpahannya akan semangkin tinggi bila standing corps rendah sekalipun. Maka predator pemakan cacing akan banyak dalam kondisi perairan seperti di atas. Dan jika semua jenis cacing tak ditemui dalam perairan maka dapat dikatakn perairan tersebut dalam keadaan tercemar logam berat.
          Vincentius (1992) menyatakan bahwa ketinggian air pada lingkungan pemeliharaan Cacing Tubifex spi berpengaruh terhadap ketahanan hidup dan perkembangannya. Jika iar terlalu tinggi, maka koloni atau populasi Cacing Tubifex sp akan tidak berkembang bahkan akan mengalami kematian karena Cacing Tubifex sp ini membutuhkan oksigen dari luar untuk bernapas. Sedangkan apabila air terlau rendah atau sedikit, maka lingkungannya akan cepat panas sehingga Cacing Tubifex sp ini tidak akan dapat bertahan hidup lebih lama. Ketinggian air yang optimal pada populasi Cacing Tubifex sp adalah setinggi 6 cm.
Semangkin tinggi kadar amoniak pada kelimpahan Cacing Tubifex sp semangkin rendah. Meningkatnya kadar amoniak hingga 0,29-0,96 mg/l diikuti dengan menurunya kelimpahan Cacing Tubifex sp (Davis, 1982).
          Organisme hidup yang bersifat membutuhkan oksigen untuk beberapa reaksi biokimia yaitu untuk mengoksidasikan bahan organik, sintesis sel dan oksidasi sel (Sunu, 2001).
          Air sungai yang suhunya naik akan mengganggu kehidupan hewan air dan organisme air lainnya karena kadar oksigen terlarut dalam air akan turun bersamaan dengan kenaikan suhu. Padahal setiap kehidupan memerlukan oksigen untuk bernapas. Oksigen yang terlarut dalam air berasal dari udara yang secara lambat terdifusi ke dalam air. Makin tinggi kenaikan suhu air, makin sedikit oksigen yang terlarut di dalamnya (Wardhana, 1994).
          Kenaikan suhu air akan berakibat pada jumlah oksigen terlarut di dalam air menurun, kecepatan reaksi kimia meningkat, kehidupan ikan dan hewan air lainya terganggu dan suhu yang terlampau panas bisa mematikan ikan dan hewan air lainya (Suhu, 2001).
          Pertukaran gas oksigen dan CO2 pada Cacing Tubifex sp, dilakukan melalui permukaan tubuh. Kebanyakan Cacing Tubifex sp membangun tabung pada substratnya dan bagian ekornya melambai-lambai, sehingga bisa membuat sirkulasi air dan membuat oksigen lebih banyak untuk diterima oleh permukaan tubuh. Ditambahkan bahwa populasi Cacing Tubifex sp tak bisa diperbaiki pada kondisi yang tanpa oksigen (Pennak, 1978).
          Dausend (1931) dalam Pennak (1978) menyatakan bahwa hanya sepertiga spesimen sampel Cacing Tubifex sp yang digunakan mampu bertahan pada kondisi an aerob selama 48 hari pada suhu 0-2 C dan pada suhu yang lebih tinggi persentasenya lebih sedikit lagi. Penelitian lain menunjukan angka populasi lebih rendah lagi setelah 120 hari, pada kondisi an aerob.
Secara umum, konsentrasi oksigen yang lebih rendah membuat gerakan bagian ekor Cacing Tubifex sp semakin giat untuk melambai menghasilkan aerasi. Tetapi jika kadar oksigen mulai punah, maka Cacing Tubifex sp menjadi diam pergerakannya (Pennak, 1978).
          Sel sensor pada kulit Cacing Tubifex sp secara umum sensitif terhadap sentuhan suhu dan rangsangan kimiawi dari luar. Suhu memang bukanlah salah satu faktor pembatas bagi Cacing Tubifex sp tetapi sering kali mempengaruhi kelimpahan Cacing Tubifex sp klas Oligochaeta ini (Pennak, 1978).
2.3 Reproduksi Cacing Tubifex sp
          Cacing Tubifex sp adalah termasuk organisme hermaprodite. Pada satu individu organisme ini terdapat 2 (dua) alat kelamin dan berkembangbiak dengan cara bertelur dari betina yang telah matang telur. Hasil perkembangbiakannya berupa telur yang dihasilkan oleh cacing yang telah mengalami kematangan sel kelamin betinanya. Telur ini selanjutnya dibuahi oleh kelamin jantan telah matang.













III. BUDIDAYA CACING Tubifex sp


3.1 Pembibitan Cacing Tubifex sp
          Cacing Tubifex sp yang hidup diperairan alam dapat ditangkarkan ditempat-tempat terkontrol, misalnya kubangan tanah namun kita menggunakan sterefoam untuk penangkarannya. Di dalam sterefoam ini kondisi (habitat) dibuat menyamai (mirip) habitat alami berlumpur. Sterefoam diisi campuran pupuk kandang (kotoran ayam) dan dedak halus setebal 1 cm. Pupuk kandang dilumatkan dan dicampurkan dengan dedak halus. Selanjutnya diratakan dan diisi sama aur. Biarkan rendaman ini sampai membentuk endapan. Kemudian dimasukkan „klon“ (bibit) Cacing Tubifex sp yang diangkat dari perairan alam dan aliran air untuk menggantikan peresapan dan penguapan. Aliran air dibesarkan sedikit setelah bibit ditanam (ditebarkan). Aliran air dibesarkan sedikit setalah bibit ditanam (ditebarkan). Aliran air ini dibutuhkan untuk menggantikan air yang ada secara terus menerus.
Masa penakaran Cacing Tubifex sp ini tergantung tujuan produksi cacing yang didinginkan. Biasanya Cacing Tubifex sp akan menyesuaikan diri dengan lingkungan baru selama beberapa hari. Cacing Tubifex sp ini mulai berkembang biak setelah 7 samapi 11 hari penakarannya. Terpenting yang harus diperhatikan selama penakaran Cacing Tubifex sp ini jangan samapi terjadi kekeringan, karena Cacing Tubifex sp ini tidak akan tumbuh dan berkembangbiak dengan baik bila dalam kondisi kering. Hasil penakaran Cacing Tubifex sp ini selanjutnya digunakan sebagai bibit pada produksi massal Cacing Tubifex sp di temapat pemeliharaan yang ukurannya lebih luas.
Tujuan penakaran Cacing Tubifex sp yaitu untuk memperoleh bibit Cacing Tubifex sp yang telah terbiasa hidup di lingkungan/tempat (habit) buatan. Dengan cara ini setidaknya kematian bibit Cacing Tubifex sp dalam produksi massal dapat dihindarkan sehingga persiapan lahan pemeliharaan Cacing Tubifex sp sesuai.
3.2  Kultur Massal Cacing Tubifex sp
          Produksi massal Cacing Tubifex sp merupakan upaya menumbuhkan dan mengembangbiakan Cacing Tubifex sp ini dalam tempat pemeliharaan yang terkontrol. Tempat pemeliharaannya berupa kubangan tanah berlumpur dan tergenang air. Secara berurutan kegiatan produksi Cacing Tubifex sp adalah dengan mebuat kubangan, mempersiapkan dasar kubangan agar berlumpur dan tergenang air, memelihara dan memungut hasil (panen).
          Lahan pemeliharaan Cacing Tubifex sp dibuat didaerah berair. Bentuknya mirip kolam dan luasnya 10 x 10 m atau ukuranya lebih. Lahan ini dilengkapi dengan saluran pemasukan dan pengeluaran air. Dasar kolam dibuat petakan –petakan (blok) lumpur setinggi 10 cm. Luas petakan Cacing Tubifex sp ini adalah 1 x 2 m. Lebih baik jika dasar petakan Cacing Tubifex sp ini dilapisi papan kayu aatau dibentuk dalam cetakan. Lapisan atau cetakan ini untuk mempermudah pemanenan dan sebagai penangkal Cacing Tubifex sp yang akan meloloskan diri masuk dalam tanah yang lebih dalam lagi. Jarak anatar petakan adalah 20 cm agar memudahkan dalam waktu pemanenan kelak.
          Seperti hal pemanenan ikan dan udang pada umumnya, lahan untuk produksi Cacing Tubifex sp sangat perlu disiapkan. Awalnya lahan tersebut perlu dikeringkan, saluran diperbaiki dan tanah digemburkan serta digenangi air setinggi 5 cm dari permukaan dasar. Selanjutnya dipupuk dengan dedak halus atau kotoran ayam. Pemupukan lahan Cacing Tubifex sp bertujuan untuk menyediakan bahan makanan Cacing Tubifex sp yang dipelihara. Jika lahan menggunakan dedak halus, maka membutuhkan dedak hakus sebanyak 200-250 gr/m. Dedak ini ditebarkan merata diatas permukaan dasar petakan lalu direndam air setinggi 5 cm selama 4 hari. Jika lahan menggunkan kotoran ayam, maka membutuhkan 300 gr/m. Sebelum ditebarkan, kotoran ayam dibersihkan dan dikeringkan lalu kemudian dihaluskan.
          Pupuk ayam yang dikeringkan dan dihaluskan ini kemudian dicampurkan dengan tanah dasar petakan lalu direndam air setinggi 5 cm selama 3 (tiga) hari. Tujuan dari perendaman ini adalah agar dedak halus atau pupuk segera membusuk sehingga disukai Cacing Tubifex sp sebagai makanannya.
          Bibit dalam produksi Cacing Tubifex sp secara massal ini diambil dari hasil penangkapan di tempat yang terkontrol. Sebelum bibit ditebarkan, aliran air dikontrol agar alirannya stabil. Aliran air tidak terlalu besar tetapi cukup untuk mengisi air yang menguap dan meresap ke dalam tanah. Walaupun kelebihan air, diusahakan agar tidak menimbulkan erosi. Apalagi membawa bahan-bahan hasil pemupukan. Aliran air untuk mengisi tempat pemeliharaan Cacing Tubifex sp di perkirakan samapi setinggi 5 cm di atas petakan yang kira-kira membutuhkan waktu 45-60 menit.
          Hal lain yang perlu dikontrol sebelum bibit ditebarkan adalah konsentrasi amoniak (NH) dalam air. Gas beracun ini biasanya dihasilkan dari proses pembusukan bahan organik terutama kotoran ayam. Konsentrasi NH dalam air yang terlalu tinggi (pekat) akan mengakibatkan kematian konsentrasi Cacing Tubifex sp yang dibudidayakan.
          Penebaran bibit dimulai dengan membuat lubang kecil-kecil di atas dengan petakan (blok). Jarak antar lubang 10-15 cm dan lubang ini selanjutnya dengan koloni bibit Cacing Tubifex sp hasil penakaran beserta media dan tanahnya. Jumlah Cacing Tubifex sp dalam koloni yang di tanam setiap lubang 10 ekor.
          Masa pemeliharaan produksi Cacing Tubifex sp ini sekitar 10 hari. Bila kondisi lingkungan cocok dan jumlah pakannya cukup, bibit-bibit Cacing Tubifex sp akan berkembang pesat. Hal yang perlu diperhatikan dalam produksi massal Cacing Tubifex sp adalah aliran air. Meskipun aliran air harus kecil, tetapi jangan sampai kekeringan.
          Memanen Cacing Tubifex sp sangat mudah, yakni diambil dengan tangan beserta lumpur. Kemudian ditaruh dalam ember dan dicuci bersih. Panen Cacing Tubifex sp sebaiknya dilakukan secara acak, yaitu tidak seluruh populasi Cacing Tubifex sp pada setiap bedengan diambil, tetapi disisakan sebagai bibit pada pemeliharaan berikutnya. Panen total hanya dilakukan jika kondisi tanah dan medianya tidak cukup lagi menyediakan makanan. Keadaan ini dapat diketahui setelah perkembangan Cacing Tubifex sp kelihatan lambat. Untuk produksi lebih lanjut setelah panen total, bedengan harus dibokar dan diolah seperti biasa.

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
          Keberadaan pakan alami mutlak dibutuhkan sebagai selah satu unit dalam kesatuan usaha budidaya pembenihan. Jenis Cacing Tubifex sp adalah salah satu pakan alami bagi ikan dan udang yang mempunyai kandungan gizi yang baik di dalam tubuhnya.
          Cacing Tubifex sp mempunyai peranan penting dalam pertumbuhan disebabkan kandungan lemak dan protein yang ada dalam tubuhnya. Kandungan protein dalam tubuhnya cukup tinggi yaitu berkisar 51,9% protein, lemak 22,3% dan abu 5,3% serta kandungan asam aminonya juga lengkap.
4.2 Saran
          Permasalah yang kerap terjadi dalam penyediaan pakan alami Cacing Tubifex sp ini adalah dalam masalah pengangkutan ke tempat lain yang jauh. Kerap dijumpai matinya Cacing Tubifex sp ini dalam masa pengangkutan tersebut sehingga Cacing Tubifex sp tidak segar dan tidak disukai ikan dan udang saat pemberian pakannya, ataupun tidak bisa dikembang biakan lagi ditempat lain. Hal ini yang harus dipertimbangkan dan dikaji lebih lanjut lagi.




DAFTAR PUSTAKA

Djarijah A S. 1996. Pakan Ikan Alami. Yogyakarta: Kanisius.
Gusrina. 2008. Budidaya Ikan Jilid 2. Direktorat Pengembangan Sekolah Menengah Kejuruan. Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah. Departemen Pendidikan Nasional.
Khairuman, Amri K, dan Sihombing T. 2008. Peluang Usaha Budidaya Cacing Sutra. Jakarta: PT Agromedia Pustaka.
Lukito A dan Surip P. 2007. Panduan Lengkap Lobster Air Tawar. Jakarta: Penebar Swadaya.
Arkhipova, N.R. 1996. Morphology of Pectinate Setae in Tubificids (tubificidae, oligochaeta). Zoologicheskii Zhurnal 75(2): 178-187. Rusia. Barnes, R.D. 1974. Invertebrate Zoology. 3rd Edition. W.B. Sounders Comp. Philadelphia. 870p.
Cartwright, D. 2004. Effect of Riparian Zone and Associanted Stream Substrata on Tubifex tubifex. National Fish Health Research Laboratory. Kearnysville. USA.
Chumaidi dan Suprapto, 1986. Populasi Tubifex sp di Dalam Media Campuran Kotoran Ayam dan lumpur Kolam. Bulletin. Panel Perikanan Darat 5(2): 6-11 Balitanwar. Bogor. Davis, J. R.., View Record of Aquatic Oligochaeta From Texas With Observation on Their Ecological Characteristics. Hidrobiologia 96:15-29.
Departemen Pertanian, 1992. Pedoman Teknis Budidaya Pakan Alami dan Udang. Pusat Penelitian dan Pengambangan Perikanan (tidak diterbitkan).
Fadholi, M.R, Mulyanto dan Zakiyah, U. 2001. Kajian Ekologis Cacing Rambut (Tubifex sp) Dalam Upaya Mengorbitkanya Sebagai Indikator Biologis Pencemaran Bahan Organik di Perairan. Jurnal ilmu-ilmu Hayati. Vol 13 No. 1 Juni 2001.
Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya Malang. http://www.dkp.go.id/content.php?c=2343. 5 Desember 2007. 8:30 pm. Mueller, 1774. Taxonomic and Nomenclature. ITTS Standar Report: Tubifex 1996.
Pennak, R.W. 1978. Freshwater Invertebrates of United States. 2nd. Ed. A. Willey Interscience Pbl. John Willey and Sons. New york.
Priyambodo, K. dan Wahyu ningsih, K. 2001. Budidaya Pakan Alami Untuk Ikan. Pustaka Setia. Yogyakarta. 64 Hal. Sarwosari, E.N.U.R. 1992. Pengaruh Pemberian Udang Rebon (Acetes sp, Tubifex sp dan Kombinasi keduanya terhadap pertumbuhan dan Warna Ikan Oskar (Astronomatus ocellatus cuvier).
Karya Ilmiah. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 74 hal (tidak diterbitkan).
Sunu, P. 2001. Melindungi Lingkungan dengan Menerapkan ISO 14001. Grasindo. Jakarta. 295 hal. Supeni, T. Mintje. S.T dan Talumewo, Y.P. 1994. Biologi. Erlangga. Jakarta.178 hal.
Vincentius, A. 1992. Peranan Tinggi Substrat Terhadap Kualitas Tubifex pada ketinggian Air Budidaya 6 cm. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 96 hal (tidak diterbitkan).
Wardhana, W.A. 1994. Dampak Pencemaran Lingkungan. Penerbit Andi. Yogyakarta. 459 hal.

































Pengapuran dan Prinsip dalam Aquaculture

Translate Indonesia From Liming and Its Principles in Aquaculture



Pengapuran dan Prinsip dalam Aquaculture

    Pengaruh menguntungkan dari pengapuran pada ikan / udang / produksi udang di pertambakan maupun kolam perairan basa dan asam telah dikaitkan dengan beberapa efek pada kualitas air. Dengan demikian Pengapuran meningkatkan pH lumpur bawah dan meningkatkan ketersediaan fosfor ditambahkan dengan pupuk. Pengapuran meningkatkan produksi bentik pada pemupukan kolam, tampaknya melalui ketersediaan hara yang  meningkat dan juga pengapuran menguntungkan dalam meningkat aktivitas mikroba dalam lumpur melalui peningkatan pH.Keuntungan dari pengapuran adalah:
  • Untuk membunuh mikroorganisme kebanyakan, terutama parasit, karena reaksi kaustiknya.
  • Untuk menaikkan pH air yang  asam ke nilai netral atau sedikit basa.
  • Untuk meningkatkan cadangan alkali dalam air dan lumpur yang mencegah perubahan pH yang ekstrim.
  • Untuk meningkatkan produktivitas biologi, karena meningkatkan pemecahan zat organik oleh bakteri,  menciptakan peningkatan oksigen dan cadangan karbon.
  • Untuk mempercepat pemecahan atau pelarutan bahan organik.
  • Untuk mengurangi kebutuhan oksigen biologis (BOD).
  • Untuk meningkatkan penetrasi cahaya.
  • Untuk meningkatkan nitrifikasi karena kebutuhan kalsium dengan nitrifikasiorganisme.
  • Untuk menetralisir aksi berbahaya dari zat tertentu seperti sulfida dan asam.
  • Untuk secara tidak langsung meningkatkan tekstur tanah dasar di atas materi organik.
    Pengapuran meningkatkan alkalinitas air sehingga meningkatkan ketersediaan karbondioksida untuk fotosintesis. Alkalinitas tinggi setelah pengapuran juga buffer air terhadap perubahan drastic pH umum dalam kolam eutrofik dengan air lunak. PH pagi akan lebih tinggi setelah pengapuran, namun, karena penyangga oleh bikarbonat,Sore nilai pH tidak akan setinggi sebelum aplikasi kapur. Pengapuran meningkatkanTotal hardness dengan menambahkan alkali (kalsium dan magnesium - PearlSpar-Aqua). Dengan perlakuan kapur, air dapat dibersihkan dari noda humat yang bersal dari vegetatif, yang membatasi penetrasi cahaya. Efek bersih dari perubahan pengapuran kualitas air berikut ini untuk meningkatkan produktivitas fitoplankton, yang pada gilirannya, menyebabkan peningkatanikan / udang / produksi udang.
    Sebenarnya, alkalinitas total adalah indikator yang lebih handal dari kebutuhan untuk pengapuran dari total hardness karena beberapa kolam mungkin memiliki total kesadahan rendah dan kebasaan tinggi atau sebaliknya. Total Kesadahan lebih mudah untuk mengukur, khususnya di lapangan, dari pada alkalinitas.
    Banyak sekali, kebutuhan kapur yang pertama kali diusulkan pada saat pemupukan anorganik gagal menghasilkan pertumbuhan plankton yang memadai. Namun demikian, total hardness atau analisis alkalinitas harus dibuat dan kemungkinan alasan lain untuk kegagalan pupuk untuk menghasilkan berkembang plankton  ditentukan sebelum menggunakan kapur.

Jenis Bahan Pengapuran
    Sejumlah zat yang berbeda digunakan sebagai bahan pengapuran, bahan kimia yang digunakan untuk pengapuran tanah dan air adalah oksida, hidroksida dan kalsium silikat atau magnesium, karena ini yang mampu mengurangi keasaman. Unsur dari jenis kapur meliputi:

Kalsium (CaCO3) dan Dolomit (Kalsium-Magnesium Karbonat) [CaMg (CO3) 2]

    Karbonat terjadi secara luas di alam. Di antara bentuk-bentuk umum yang dapat dimanfaatkan sebagai zat pengapuran yang kapur calcitic yang merupakan kalsium karbonat murni dan kapur dolomit yang merupakan kalsium karbonat-magnesium dengan proporsi yang berbeda-beda kalsium dan magnesiumnya. Kalsium karbonat komersial dikenal sebagai kapur pertanian. Karbonat adalah reaktif setidaknya dari tiga zat pengapuran. Sekarang, terutama dianjurkan untuk menggunakan dolomit [CaMg (CO3) 2] selama periode kultur. 

Kalsium Oksida (CaO)

    Ini adalah satu-satunya senyawa yang kapur istilah dapat diterapkan dengan benar. Kalsiumoksida adalah dikenal sebagai kapur unsulated, kapur terbakar dan kapur cepat. Sekarang diproduksi oleh kapur calcitic dipanggang di tungku. Oksida kalsium dan kaustik higroskopis dan sering dianjurkan untuk menerapkan kapur ini untuk tanah asam saja. 

Kalsium Hidroksida (Ca (OH)2)
    Kalsium hidroksida dikenal sebagai kapur dipipihkan, kapur terhidrasi atau kapur pembangun. Sekarang disiapkan oleh hydrating kalsium oksida. Semuanya adalah serbuk putih keabu-abuan. Bahan pengapuran yang berbeda dalam kemampuan untuk menetralkan asam.CaCO3 Murni adalah ukuran standar bahan pengapuran terhadap yang lainnya. Nilai penetralan CaCO3 adalah 100 persen dan untuk sampel murni dari bahan lain adalah sebagai berikut: CaMg (CO3)2, 109 persen;Ca (OH)2, 136 persen, dan CaO, 179 persen.
    Tapi dolomit ('Neosparks PearlSpar-Aqua) adalah contoh yang baik untuk didiskusikan. Karbondioksida dalam air bereaksi dengan dolomit sebagai berikut:

CaMg (CO3)2 + H2O + CO2 «Ca2+ + Mg2+ + 2HCO3- + CO32-
    Reaksi ini menunjukkan dolomit yang akan bersaing dengan fitoplankton untuk CO2 dan mungkin mengurangi tingkat fotosintesis. Selain menghapus semua CO2 bebas awalnya di air, CaCO3 bereaksi dengan CO2 dilepaskan dari dekomposisi bahan organik dan dengan CO2 yang berdifusi ke dalam air. Hasil akhirnya adalah bahwa beberapa hari setelah pengapuran, kesetimbangan konsentrasi CO2 lebih tinggi dari sebelumnya. Ini terjadi karena dolomit mengikat CO2 yang akan dinyatakan telah hilang ke atmosfer. Dolomit akan memberikan jumlah kontribusi setara kation dan anion sehingga peningkatan kesadahan total dan alkalinitas pengapuran berikut total akan sama.
    Mungkin menyimpulkan bahwa jumlah dolomit yang diperlukan untuk meningkatkan kesadahan total kolam ke tingkat tertentu bisa langsung dihitung. Menggunakan logika tersebut, jumlahd olomit diperlukan untuk meningkatkan kesadahan total dari kolam 1 hektar x 1 meter yang mendalam dari 5 sampai 20 mg / liter akan menjadi 15 mg untuk setiap liter air atau 15 gram untuk setiap meter kubik. Karena kolam berisi 10.000 m3, total 150 kg dolomit akan diperlukan.
Kapur memberikan dua tujuan - Koreksi pH air dan pH tanah dasar. Ketika koreksi pH air adalah tujuannya, kapur dapat dibuat menjadi bubur dan baik ditambahkan ke air masuk atau diterapkan di depan aerator. Jika pH koreksi dasar tambak adalah kapur objektif perlu bertebaran seperti pakan. Perhatian perlu dilaksanakan saat memilih kapur. Kapur pertanian yang paling tersedia di negara kita adalah granular tidak bubuk dan memiliki jumlah yang berlebihan dari kelembaban. Hal ini sangat merekomendasikan bahwa kapur harus mampu melewati 100 persen melalui mesh 60.
    Karena kalsium merupakan bagian utama dari tulang dan exuvia ikan dan udang / udang masing membutuhkan tingkat asupan kalsium tinggi, terutama setelah molting pada udang / udang. Persyaratan ini dipenuhi terutama oleh menyerap Ca tersedia dalam air laut.Kandungan kalsium dari kutikula selama tahap inter-moult adalah antara 12% dan19% pada udang dan kehilangan sekitar 23% dari total kalsium tubuh dengan molting. Namun,jumlah mineral yang hilang dalam proses molting lebih tinggi dari ini karena exuvia termasuk mineral lainnya dalam bentuk kalsium dan garam magnesium.
Teknik Pengapuran:
  1. Untuk memperbaiki kondisi dasar tambak selama persiapan kolam pembesaran. Setelah melakukan budidaya, tanah dasar dapat menjadi sangat tercemar dan asam karena akumulasi humus zat organik. Pengapuran bahan yang dapat digunakan untuk menetralkan asam organik dibebaskan dari humus substansi dan meningkatkan nilai pH tanah dasar dan untuk meningkatkan degradasizat organik, sehingga zat organik humus dapat kembali digunakan sebagai pupuk selama budidaya berikutnya.
  2. Bahan pengapuran juga memiliki properti desinfektan dan karena itu berfungsi sebagai disinfektan bila diterapkan dalam persiapan kolam pembesaran.
  3. Selama periode budidaya, saat pH air tambak turun di bawah kisaran normal untuk udang budidaya (di bawah pH 7,2), bahan pengapuran dapat digunakan untuk meningkatkan nilai pH ke tingkat optimal. Dosis didasarkan pada pH tanah dasar dan jenis bahan kapur yang digunakan.
Dolomit Khusus Neosparks'untuk Budidaya-PearlSpar-Aqua

    Pearl Spar-Aqua mengurangi keasaman tanah dan air di kolam Budidaya, menstabilkan fitoplankton, meminimalkan fluktuasi pH dengan menstabilkan alkalinitas, sehingga meningkatkan pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup udang, udang dan ikan.PearlSpar-Aqua mengandung Kalsium Oksida, Oksida Magnesium, Silikon Dioksida,Aluminium Oksida dalam rasio yang tepat bersama dengan Cobalt dan Kalium.
Untuk rincian lengkap silahkan kunjungi - PearlSpar-Aqua dan GeoMix.
(Water Quality Enhancing Formulations – Powders).
Pentingnya Pengapuran Untuk Pengendalian Kualitas Air Di Tambak Udang
    Kegunaan kapur termasuk untuk mengurangi keasaman tanah dan membunuh sebagian besar organisme,terutama parasit, selama persiapan kolam dan mengurangi pH air selamaperiode budaya. Umumnya, pengapuran tidak hanya mengurangi keasaman tanah dan air, yang sangatmempengaruhi pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup udang, tetapi juga menstabilkan pH air danmempromosikan produktivitas biologi. Seperti pH air adalah salah satu bahan kimia yang paling pentingparameter untuk budidaya udang. Kisaran pH optimum air di tambak udang adalah 7.4-8,5. Hal ini penting untuk menstabilkan pH dalam kisaran ini. Nilai pH dalam airbiasanya terendah di pagi hari dan tertinggi di sore hari. Untuk kualitasair terbaik, fluktuasi pH maksimum tidak boleh melebihi 0,5. Faktor utamayang mempengaruhi variasi pH dalam air adalah alkalinitas.
    Totalalkalinitas didefinisikan sebagai konsentrasi total basis titrable dalam air.Basis utama dalam air adalahIon HCO3- Dan CO3-. Alkalinitas total telahtradisional mengungkapkan sebagai miligram per liter (ppm) dari kalsium karbonat setara(CaCO3). Umumnya, alkalinitas bervariasi dari situs ke situs. Dalam air laut, alkalinitas biasanya lebih tinggi dari 100 ppm, tetapi di daerah air tawar, alkalinitas sering rendah,terutama selama musim hujan. Rendah alkalinitas dalam air tawar atau daerahsalinitas rendahakan mempengaruhi tingkat kelangsungan hidup dan molting udang.
    Kapur dapat digunakan untuk mengurangi keasaman dalam air. Dalam hal pH air naik turun secara drastispada siang hari, kapur juga dapat digunakan untuk meningkatkan alkalinitas dalam air untuk menstabilkanpH air. Di daerah, di mana pengaruh air tawar yang lebih, terutama selama hujanmusim, penurunan salinitasair serta alkalinitas. Ketika salinitas menjadi rendah danalkalinitas lebih rendah dari 50 ppm. Nilai pH juga tetes, sehingga moulting dariudang menjadi tertekan dan mortalitas berat terjadi. CaMg (CO3)2 diterapkan setiaphari sampai nilai alkalinitas mencapai 70-90 ppm. PH tidak akan berfluktuasisangat, warna air akan meningkatkan dan udang akan menjadi normal.
    Di sisi lain, di beberapa daerah alkalinitas adalah 90-100 ppm tapi warna air dan pHsangat berfluktuasi sepanjang hari. pengapuran harus diterapkan setiap hari sampainilai pHmenjadi lebih stabil dan tidak bervariasi lebih dari 0,5.
    Karena kalsium merupakan bagian utama dari exuvia, udang membutuhkan tingkatasupan kalsiumtinggi, terutama setelah molting. Persyaratan ini dipenuhi terutama oleh menyerapanCatersedia dalam air laut. Kandungan kalsium dari kutikula selama tahap inter-moult adalahantara 12% dan 19% pada udang dan kehilangan sekitar 23% dari kalsium tubuh totalmolting. Namun, jumlah mineral yang hilang dalam proses molting lebih tinggi dariini karena exuvia meliputi mineral lainnya dalam bentuk kalsium dan garam magnesium.
    Selain itu, air laut memiliki magnesium lebih tinggi dari kandungan kalsium, sementara dipayau konten kalsium lebih tinggi dari magnesium. Magnesium adalah salah satuelemen yang paling penting untuk organisme laut. Peran meliputi pengendaliansistem saraf atau fungsi otot dan merupakan komponen utama dari klorofil.Hal ini dapat diamati setelah 2-3 bulan dari budaya bahwa fitoplankton di air kolammenjadi sangat padat dan nilai Magnesium dalam air berkurang sampai batas tertentudan bisa jatuh ke nol. Hal ini akan mempengaruhi pertumbuhan, molting dan akhirnya tingkat kelangsungan hidupudang. Namun, masalah alkalinitas rendah dan kandungan Mg dapat diselesaikanmelalui penerapan kapur, terutama dolomit. Pengapuranberlebihan, bagaimanapun, akan dapatmerusak karena menurunkan ketersediaan fosfor melalui pengendapanlarut kalsium atau magnesium fosfat.
    Dalam prakteknya, bahan pengapuran tidak senyawa murni dan nilai menetralkan mereka harusditentukan dengan analisis kimia.Kapur Pertanian adalah bahan pengapuran daripilihan untuk kolam ikan. Jika digunakan dalam jumlah yang cukup, Ca (OH)2 atauCaO dapat meninggikanpH air sehingga ikan bisa mati. Jika ikan tidak ada dalam kolam, Ca (OH)2 danCaO dapat digunakan sebagai bahan pengapuran disediakan cukup waktuuntuk pHmenurun ke tingkat yang ditoleransi sebelum ikan ditebar.Pengobatan dengan kapur memiliki beberapa efek yang tidak diinginkan langsungpada kualitas air. Palingbahan pengapuran tidak larut sekaligus dan, karena mengendap melalui airkolom, fosfat bereaksi dengan itu dan hilang dari larutan. The pH naik dan cukupCO2 bebas tidak dapat terjadi di dalam air untuk proses fotosintesis. Namun, dalambeberapa minggu,bahan pengapuran bereaksi dengan lumpur untuk meningkatkan pH lumpur dan meningkatkan ketersediaanpupuk fosfat dan dengan karbon dioksida untuk meningkatkan alkalinitas dan karbondioksida cadangan dan karenanya produksi primer.Metode Aplikasi. Kolam baru terbaik dapat dikapur sebelum awal mengisi. Itukebutuhan kapur tanah dari dasar kolam baru harus ditentukan padasampel, yangmerupakan perwakilan dari dasar tambak. Jumlah yang diperlukan kapuryangkemudian menyebar secara merata di atas dasar tambak kering. Dalam kolam tua,yang mengandung air,Hasil terbaik diperoleh dengan menyebarkan bahan pengapuran di atas permukaankolam seluruh.
Pedoman Untuk Pengapuran SelamaPeriode Budidaya
Status    Kegiatan
  1. Selama bulan pertama budaya ketika tidak ada pertukaran air dan jika pH nilai normal 7,5-7,8 di pagi hari.Dolomit harus dilakukan setiap 2-3 hari dilaju 150-200 kg / ha
  2. .Nilai pH normal 7,5-8,0 dalam pagi dan tidak meningkat lebih dari 0,5 di sore hari, tapi ada perkembangan fitoplankton. Menggunakan dolomit sebesar 200-250 kg / hasetiap 2-3 hari selama siang hari.
  3. Nilai pH di pagi hari lebih rendah dari 7,5. Menggunakan penebaran dolomit sebesar 150kg / ha / hari pengukuran pH pada pagi berikutnya, ulangi pengapuran sekali sehari sampai nilai pH meningkat hingga 7,5.
  4. PH air di pagi hari adalah sekitar 8,tetapi meningkat lebih dari 0,5 di sore (seperti 8,8 atau 9) danwarna air adalah normal.Menggunakan dolomit 200 kg / ha / hari di pagi hari,ulangi aplikasi setiap hari sampai pH tidak bervariasi dan pH air tidak begitu tinggidi pagi hari.
  5. Udang berukuran 1 atau 2 bulan sebelum panen. Air berwarna gelap atauselama tidak ada pertukaran air, air mungkin memiliki gelembung. Nilai pH air pada pagi dan sore hari bervariasi.Menggunakan dolomit sebesar 200 kg / ha / waktu dimalam atau dini hari. Frekuensi pengapuran tergantung pada warna air dan pertukaran air.Disarankan bahwa pengapuran harus dilakukan setiap hari. Namun,tergantung pada warna air kolam dan pH
  6. .Sebelum pertukaran air jika tidak yakin dengan kualitas airnya.Penenbaran dolomit 200 kg / ha untuk mencegahperubahan kualitas air secara tiba-tiba.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | SharePoint Demo